Selasa, 28 Januari 2014

PT Tochu, Yayasan Ummul Quro dan Pemilik Pondok Pesantren Hidayatullah Kembali Dipanggil BPLH



pengurugan tanah memakai limbah B3 di Yayasan Ummul Quro Pesantren Hidayatullah di desa Tegalsawah kampung Benggol RT 04 RW 01 Kecamatan Karawang Timur
PT Tochu, Yayasan Ummul Quro dan Pemilik Pondok Pesantren Hidayatullah
Terduga Pencemaran Lingkungan Mangkir Panggilan BPLHD

Kasus dugaan pencemaran lingkungan menggunakan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Kampung Benggol, RT 04/01, Desa Tegal Sawah Kecamatan Karawang Timur, terus ditindaklanjuti Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Karawang. 

Diketahui, limbah B3 itu berjenis pasir poundry, sisa olahan peleburan biji besi baja, dan zat itu mengandung logam berat  yang dapat mencemari air tanah. Limbah berjenis pasir itu digunakan sebagai pengurugan tanah untuk pembangunan Pondok Pesantren Hidayatullah, yang dibangun oleh Yayasan Ummul Quro. 

Ditemui Kabar Gapura, Kepala Bidang Pengawasan Dampak Lingkungan BPLHD Karawang, Neneng mengungkapkan, sesuai dengan aturan Limbah B3 jenis pasir poundry itu tidak dapat digunakan pengurugan tanah. Diperlukan penanganan atau pengolahan khusus agar tidak berdampak pada lingkungan hidup. Hal itu sesuai dengan amanat Undang-Undang tentang lingkungan hidup. 

Diungkap lebih lanjut, pihaknya telah melayangkan surat panggilan untuk kepentingan pemeriksanaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di BPLHD Karawang.
“Tiga pihak yang diundang untuk menjalani p emeriksanaan, diantaranya PT Tochu, Yayasan Ummul Quro dan Pemilik Pondok Pesantren Hidayatullah. Akan tetapi ketiganya tidak  memenuhi undangan tersebut. Sehingga kami berikan undangan yang kedua kalinya,” tutur Neneng, Senin (27/01). 

Surat tersebut, lanjut Neneng, berdasarkan hasil analisa dampak lingkungan BPLHD Karawang, dan terungkap aktifitas pengurugan tanah menggunakan limbah B3 jenis pasir poundry di Kampung Benggol, Desa Tegalsawah  RT 04/01 Kecamatan Karawang Timur, terbukti menyalahi Amdal.
Berdasarkan penuturan Neneng, diduga kuat, limbah B3 jenis pasir poundry itu dibawa oleh PT Tochu, yang belakangan diketahui milik investor Jepang, berlokasi di Kawasan Industri Mitra Karawang. Perusahaan tersebut  bergerak dibidang pembuatan dan pengembangan pasir resin dan pasir poundry.
“Aktifitas pengurugan tanah menggunakan limbah B3 jenis pasir poundry itu telah menyalahi aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah  Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan limbah beracun. Sangsi yang dikenakan cukup berat berupa denda dan bahkan mencabut izin usaha perusahaan tersebut,” ungkapnya.

Sebelumnya, temuan tersebut didapatkan forkadasC+ (Forum Komunikasi Daerah Aliran Sungai Citarum), yang berbasis di Karawang. “Setelah kita coba cek ternyata memang pengurugan tersebut sudah menyalahi aturan karena memakai limbah B3. Limbah beracun yang digunakan untuk pengurugan itu jenis pasir poundry, adalah pasir bekas digunakan olahan peleburan atau pengolahan besi baja, dan limbah itu mengandung logam berat. Perusahaan pemanfaat limbah itu harus memiliki ijin dari Kementrian Lingkungan Hidup.
Ditambahkan Neneng, tempat lokasi pengurugan berada di sebuah area pasawahan golongan tekhnis, untuk pembangunan sebuah pesantren. “Kami menemukan banyak warga yang mengeluh. Pasalnya, lokasi tersebut berada di dekat area persawahan yang dikhawatirkan dampaknya akan mempengaruhi lahan pertanian disekitarnya.
Setelah kami coba mencari kepala proyek tersebut tak ada pihak pesantren yang ingin berbicara adapun pekerja di proyek tersebut merasa tidak tahu dengan pengurugannya. Oleh karenanya tim segera mengambil tindakan untuk memanggil semua pihak yang harus bertanggung jawab atas semuanya itu yakni PT. Tochu, yayasan ummul quro dan ponpes hidayatullah tetapi pemanggilan pertama gagal dikarenakan pihak dari PT. Tochu berhalangan karena sakit,” ungkapnya.

Selanjutnya, pihaknya memanggil PT Tochu untuk kedua kalinya. “Semoga pihak dari perusahaan Tochu memiliki niatan baik untuk bisa hadir untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan cepat, dan limbah B3 tersebut bisa diangkut kembali,ujar Neneng. (yfs)

Dikutip dari : Koran Kabar Gapura Karawang

Posted By Unknown09.03

Minggu, 26 Januari 2014

Gubernur Jabar Marah

Filled under:


OTISTA (GM) - Gubernur Provinsi Jawa Barat, Ahmad Heryawan sangat kecewa dan marah terhadap para pengusaha, khususnya pimpinan perusahaan yang mangkir hadir dalam pembahasan lingkungan di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.

Heryawan sempat menegur sejumlah pimpinan perusahaan. Sebab dari 71 yang diundang, hanya 16 yang hadir. Selain itu, meski yang diundang pimpinan perusahaan, namun banyak perusahaan yang diwakili staf atau bawahannya.

"Mana dirutnya? Saya undang dirutnya. Sampaikan salam dari saya, lain kali harus datang kalau diundang, tidak ada halangan-halangan. Gubernur juga bisa marah, saya belum puas hari ini, nanti saya undang lagi sampai hadir semuanya. Kalau orang sekolahan, pengusaha kan orang sekolahan, S1, S2, S3 harus taat aturan. Kan enak, masyarakat juga lihatnya enak," tandas Heryawan kesal di sela-sela acara Pertemuan Dengan 71 Pemilik Industri di DAS Citarum, di Gedung Negara Pakuan Jln. Otista, Kota Bandung, Jumat (24/1).

Hasil pembahasan tersebut, Pemprov Jabar akan menetapkan status tanggap darurat lingkungan di kawasan Citarum melalui SK gubernur. SK tersebut guna mengatasi masalah lingkungan di kawasan DAS Citarum yang saat ini kondisinya sudah sangat buruk. Diharapkan, dengan SK status tanggap darurat tersebut bisa menyelamatkan kondisi Citarum.

"Saya sebagai gubernur akan mengeluarkan SK darurat lingkungan, jadi bisa melakukan tindakan darurat. Ini gagasan kita, konsultasi dulu ke kementerian. Sebab kalau tidak ada upaya ekstra agak sulit menyelesaikan limbah yang begitu pekat di Citarum," kata Heryawan.

Dipidanakan

Dengan SK tersebut, kata Heryawan, pabrik-pabrik yang terbukti membuang limbah ke Sungai Citarum bisa ditutup. Sementara bagi masyarakat yang membuang sampah ke Sungai Citarum bisa dipidanakan. Meskipun ia tidak sepenuhnya menyalahkan industri atau masyarakat terkait pencemaran Sungai Citarum.

Menurutnya, upaya lain yang dilakukan Pemprov untuk menjaga Sungai Citarum, dengan membangun septictank komunal bagi masyarakat di kawasan DAS Citarum, agar limbah domestik rumah tangga tidak langsung dibuang ke Citarum.

Dikatakannya, pembuatan septictank komunal masih bisa diupayakan anggarannya, tapi untuk IPAL sepertinya belum memungkinkan.

Dikutip dari: www. klik- Galamedia.com

Posted By Unknown12.55

Jumat, 24 Januari 2014

ForkadasC+ Temui Wagub Jabar


Diskusi bertempat di Rumah Dinas Wagub di Bandung, forkadasC+ bersama FPRB tengah mendiskusikan langkah- langkah penanggulan bencana banjir di beberapa kabupaten dan kota di Provinsi Jawabarat.

ForkadasC+ Lapor ke Wagub Jabar
Penanggulangan Bencana Tidak Maksimal
Organisasi ForkadasC+ (Forum Komunikasi Daerah Aliran Sungai Citarum) menemui Wakil Gubernur Jawa Barat, Dedi Mizwar di rumah dinasnya, Bandung, Kamis (23/01). Pertemuan tersebut membahas kondisi terkini bencana banjir di Kabupaten Karawang. ForkadasC+ menuding Pemkab Karawang tidak melakuan penangulangan bencana banjir secara maksimal, sehingga kondisi tersebut dilaporkan kepada Wagub Jabar.
Ketua Harian forkadasC+, Hendro Wibowo mengungkapkan, pertemuan tersebut dilandasi rasa prihatin terkait dengan penanggulangan bencana di Kabupaten Karawang. Pasalnya, kata Hendro, banyak korban bencana di beberapa kecamatan yang dilanda bencana banjir belum mendapatkan perhatian penanggulangan kebencanaan.
“Berdasarkan pantauan kami, diantaranya Kecamatan Pakisjaya, Batujaya dan Tirtajaya masih belum mendapatkan bantuan secara maksimal dari pemerintah. Hal itu diakibatkan jarak tempuh antara kota hingga daerah tersebut sekitar 50 kilometer,” kata Hendro.
Sementara itu, lanjjt Hendro, di wilayah perkotaan Karawang, logistik  bantuan begitu banyak menumpuk. Diantaranya di posko pengungsian Desa Purwadana Kecamatan Telukjambe Timur.
“Kami sejak 5 hari yang lalu sekitar tanggal 18 hingga 19 Januari membantu evakuasi di Dusun Tenjojaya dan Desa Telukbuyung di Kecamatan Pakisjaya. Kondisi yang kami lihat, tim penanggulangan hanya ditempatkan 2 orang dan sebuah perahu yang harus mengevakuasi sekitar lebih dari 2.000 jiwa di Desa Tenjojaya dan Muktijaya. Oleh karenanya, kami melalui teman-teman relawan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Provinsi Jawa Barat meminta berdiskusi dengan wakil gubernur,” kata Hendro.
Hendro mengungkapkan, Wakil Gubernur Jawa Barat menyambut baik diskusi tersebut. Pihaknya melaporkan apa yang terjadi dengan penanggulangan bencana di Kabupaten Karawang. “Mulai pelaporan tentang kondisi pengungsian dan ketersediaan logistik. Kemudian sekitar 30 menit kami berdiskusi dengan wakil gubernur, kemudian beliau menyatakan janji akan memberikan bantuan secepatnya ke Kecamatan Pakisjaya.  Dalam kesempatan itu pula teman- teman relawan dari FPRB akan membantu kami dalam kesiapan penanggulangan bencana,” pungkasnya. (yfs)

Dikutip dari : Koran Kabar Gapura Karawang

Posted By Unknown12.01

Selasa, 14 Januari 2014

Urug Tanah Gunakan Limbah B3

Filled under:

Yayasan Ummul Quro akan Diperiksa BPLH

Pengurugan tanah untuk Yayasan Ummul Quro dalam pembangunan Pesantren Hidayatullah, di Kampung Benggol, RT 04/01, Desa Tegalsawah, Kecamatan Karawang Timur, terbukti menggunakan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Limbah berbahaya dan beracun tersebut dikenal dengan nama pasir poundry. Dampaknya dapat mencemari air tanah, dan debunya dapat merusak organ pernapasan manusia.
Demikian dikatakan Kepala Bidang Dampak Lingkungan, Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Kabupaten Karawang, Neneng, Minggu (12/01). Dijelaskan, pihaknya menerima laporan dari LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup, yaitu Forum Koordinasi Daerah Aliran Sungai Citarum Plus (ForkadasC+).
“Laporan tersebut kemudian kami tindaklanjuti dengan melakukan pantauan ke lokasi. Di lokasi ditemukan bahan material yang dipergunakan untuk pengurugan tidak menggunakan tanah merah, tetapi ditenggarai limbah B3 yang sinyalir sudah membeku. Warnanya coklat muda keemasan dan lembut seperti pasir atau bisa disebut dengan pasir poundry,” katanya.
Dijelaskan Neneng, pihaknya telah menurunkan tim untuk mengambil sampel pasir tersebut dan sedang dilakukan pengujian laboratorium untuk mengetahui berapa besar kandungan zat berbahaya dalam limbah tersebut. Dalam waktu dekat ini BPLH Karawang akan memanggil dan memintai keterangan pihak pesantren, transporter atau pengangkut limbah B3 tersebut, dan pemilik lahan yang menggunakan limbah B3 sebagai tanah urugan.
Selain itu, pihaknya melakukan analisa seberapa besar dampak yang akan terjadi kelak.  “Dampak yang terjadi tidak akan terasa sekarang, melainkan 5 atau 10 tahun mendatang. Dampaknya buruk bagi manusia dan lingkungan, apalagi lokasi pengurugan tersebut berdekatan dengan lahan pertanian dan empang ikan,” katanya.
Neneng menambahkan, dampak dari pencemaran limbah pasir poundry, untuk jangka panjang akan terjadi perubahan atau mutasi gen. Sedangkan jangka pendeknya dapat menganggu kesehatan dan organ dalam manusia.
Dijelaskan lebih lanjut, akibat melakukan pengurugan dengan menggunakan Limbah B3, dengan begitu menyalahi aturan. Peraturan Pemerintah  Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan limbah beracun dinyatakan pasir poundry, limbah bekas peleburan atau pengolahan besi baja, dan zat yang mengandung logam berat. “Limbah tersebut dapat dimanfaatkan asalkan harus memiliki ijin dari Kementrian Lingkungan Hidup,” katanya.
Sementara itu, berdasarkan pantauan Kabar Gapura, tidak sedikit warga yang mengeluhkan praktek buang limbah B3 sembarangan. “Limbah B3 jangan dipakai buat pengurugan tanah dong, kan jelas berbahaya dan beracun,” kata salah satu warga, yang enggan dikorankan jati dirinya. Warga khawatir, penggunaan limbah B3 sebagai pengganti tanah merah untuk mengurug lahan tersebut akan mempengaruhi kesuburan tanah pasawahan.
Sementara, ketika Kabar Gapura hendak mencari perimbangan berita kepada pihak Yayasan Ummul Quro ataupun pengelola Pesantren Hidayatullah, tak ada yang bersedia memberikan keterangan. (Yfs)

Dikutip dari : Koran Kabar Gapura Karawang 

Posted By Unknown23.07

121 Hektar sawah Kecamatan Pakisjaya terendam

Filled under:

Hampir seluruh lahan persawahan, tergenang air mencapai 1 meter
Intensitas hujan tinggi di Kabupaten Karawang membuat 121 hektar lahan persawahan di Kecamatan Pakisjaya, Desa Telukbuyung terendam banjir. Selasa (14/1)
 Para petani di Kabupaten Karawang saat ini sedang menjerit, pasalnya ratusan hektar lahan pertanian bagai lautan diakibatkan banjir dari luapan Sungai Citarum dan Cibeet.
Ditemui oleh ForkadasC+ Lurah Desa Telukbuyung Janur hasan mengungkapkan, dari data 2 dusun di Desa telukbuyung yakni Dusun Tenjojaya luas persawahan sekitar 64 hektar dan Dusun Tanjungjaya sekitar 57 Hektar jadi total ada 121 hektar sawah di Wilayah Desa Telukbuyung dan saat ini terendam banjir mencapai 1 meter hingga 2 meter akibat luapan Sungai Citarum.

Janur juga mengungkapkan, bencana banjir memang sudah bencana rutin bagi kami, warga sudah tidak kaget dengan apa yang terjadi saat ini setiap tahunnya, saat ini petani hanya fokus untuk mengungsi dikarenakan rumahnyapun terendam banjir.

"semoga pemerintah cepat menanggulangi masalah kerugian petani dan membantu kami dalam menyediakan pupuk dan lain- lain" ujar janur

Ditulis Oleh : Forum Komunikasi Daerah Aliran Sungai Citarum

Posted By Unknown23.01