Kamis, 27 Februari 2014

Marak Eksplorasi Batu Kapur Ilegal di Pangkalan


Desa Tamansari, marak penambangan batu kapur yang dilakukan oleh warga.
Kepala Seksi Geologi, Dinas Perindustrian Perdagangan Pertambangan dan Energi (Disperindagtamben) Karawang, Aep Saepudin mengungkap perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan di Kabupaten Karawang tidak dapat melakukan eksplorasi lantaran tidak akan dikeluarkan Ijin Usaha Pertambangan (IUP). Hal tersebut sesuai dengan surat edaran Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Nomor 08.E/30/DJB/2012 tentang penghentian sementara penerbitan IUP baru sampai di tetapkannya wilayah pertambangan (WP) sesuai dengan amanat Undang-Undang No 4 tahun 2009. 

Aep kepada Kabar Gapura menjelaskan, peraturan tersebut memang berlaku untuk para perusahaan yang akan mendirikan pertambangan baru sesudah peraturan UU No 4 tahun 2009 berlaku. Tetapi untuk perusahaan yang sudah ada atau berdiri sebelum adanya UU No 4 tahun 2009, masih dapat melakukan IUP walaupun jangka waktunya sudah habis. Menurutnya hal tersebut sesuai dengan PP No 23 tahun 2010 melalui PP No 1 tahun 2014 dan PERMEN ESDM No 1 tahun 2014.
  
“IUP masih berlaku bagi perusahaan tambang yang berdiri sebelum UU No 4 tahun 2009 disahkan sesuai dengan PP No 23 tahun 2010 melalui PP No 1 Tahun 2014 dan PERMEN ESDM No 1 tahun 2014,tutur Aep.
 
 Aep Saepudin menjelaskan, peraturan tersebut terdapat pada pasal 112 ayat 7 PP  No 23 tahun 2010. Pemegang kuasa pertambangan yang memiliki lebih dari 1 (satu) kuasa pertambangan dan atau lebih dari satu komoditas tambang sebelum di berlakukannya Undang – Undang No 4 tahun 2009 tetap berlaku sampai jangka waktu berakhir dan dapat di perpanjang menjadi IUP sesuai dengan peraturan pemerintah ini.
“Jadi BPMPT masih dapat melakukan Ijin Usaha Pertambangan bagi perusahaan tambang yang sudah berdiri sebelum UU No 24 tahun 2009 berlaku. Perusahaan pertambangan yang berada di daerah Kecamatan Pangkalan, hanya dimiliki Lili Suriwati yang memiliki ijin usaha tambang sekitar 1,7 Hektar,” katanya.

Aep saepudin memaparkan, banyak masalah rumit dalam pertambangan di Kecamatan Pangkalan, terutama dengan banyak usaha pertambangan yang dilakukan rakyat. Tetapi pertambangan rakyat tidak menggunakan alat berat. 

Penegakan masalah pertambangan ini mungkin adalah tugas koordinasi semuanya, tetapi OPD tidak dapat melakukan penindakan kepada para pelanggar karena penegak undang – undang adalah kewenangan kepolisian bukan OPD,” pungkasnya. (CW1)

Dikutip dari : Koran Kabar Gapura Karawang

Posted By Unknown20.21

BPK RI Sudah Terima Laporan Pencemaran Citarum



Ali Masyur Musa, saat menjadi narasumber mengenai peran mahasiswa dalam pemberantasan korupsi yang diadakan di Universitas Singaperbangsa Karawang
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kabupaten Karawang bekerjasama dengan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Karawang adakan workshop pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) dan Non B3 di Gedung Singaperbangsa lantai III, Selasa (25/2).

Workshop yang mengusung tema lingkungan itu mengundang narasumber dari Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia Ali Masykur Musa, Deputi 1V Bidang Pengeloaan Limbah B3 dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia, Sayid Muhadhar dan Kepala Bidang Pengawasan Pencemaran, Suharsono dari BPLHD Provinsi Jawa Barat. Dalam workshop tersebut dihadiri juga oleh Bupati Karawang, H Ade Swara beserta jajaran pemerintahan, Polres Karawang serta peserta dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan perusahaan di beberapa kawasan industri di Karawang yang turut hadir dalam workshop tersebut.
Bupati H Ade Swara mengungkapkan, Pemkab Karawang saat ini sedang berkonsentrasi dalam segi pengelolaan lingkungan hidup. Sementara itu, pemerintah pusat mengarahkan pembangunan kawasan industri di Karawang. Sementara, komitmen Pemkab Karawang tetap harus menjaga lahan pertaniannya. “Kami da meminta arahan dari pemerintah pusat dari segi pengelolaan lingkungan hidup. Dimana, saat ini pemerintah pusat mengarahkan pembangunan kawasan industrinya di Karawang. Disisi lain kami harus memperhatikan lahan pertanian di Karawang,” ujarnya.
Anggota BPK Republik Indonesia, Ali Masyur Musa mengatakan, menyangkut masa depan lingkungan hidup di Indonesia hubungannya dengan ketahanan pangan (pertanian) dan menjaga tata ruang serta ekosistem, sama halnya juga di Karawang. Pihaknya terus mengawasi beberapa hal terutama terhadap perusahaan dalam segi pengelolaan lingkungan hidupnya. Ketersediaan sumber daya alam (SDA), lanjutnya, di Indonesia mulai menurun dari tahun ke tahun, akibat ekploitasi tanpa henti tanpa ada reklamasi setelahnya. “10 tahun yang lalu indonesia termasuk dalam Organisasi OPEC, Negara yang mengekspor minyak. Tapi, saat ini kita bukan bagian dari OPEC dan bahkan mengimpor minyak dari luar, kenapa bisa terjadi demikian?. Kondisi tersebut dikarenakan SDA kita tidak diolah dengan baik. Dikhawatirkan, nantinya generasi selanjutnya tidak akan bisa merasakan nikmatnya SDA Indonesia tidak punya minyak, batu bara dan lain- lain,” ungkapnya. “Terkait dengan ketahanan pangan, jangan sampai kita kembali mengimpor beras dari negara-negara tetangga, khususnya Vietnam dan Thailand. Beberapa bulan yang lalu Indonesia dikejutkan dengan impor illegal beras yang jumlahnya sekitar 16 ribu ton yang tentu menyebabkan persaingan harga yang akan menimbulkan kerugian bagi para petani, khusunya di Karawang,” ujarnya.
Dia juga mengatakan, dalam dunia kepemimpinan, idealnya pemimpin harus bisa memiliki konsep pro terhadap pertumbuhan pembangunan industri dan pro terhadap lingkungan hidup.
“Dalam perkembangan pembangunan setiap pemimpin daerah harus memiliki konsep yang seimbang antara pembangunan dibidang industri dan lingkungan hidup. Kalau dibandingkan penerimaan pendapatan daerah itu tidak besar kalau daerah tersebut juga harus mengeluarkan pengelolaan lingkungan hidup yang telah rusak, jadi percuma saja industri berkembang pesat tetapi lingkungan hidup rusak,” katanya.
“Bukti yang jelas bagaimana kerusakan alam ini meningkat setiap tahunnya itu yakni dulu BNPB dialokasikan anggaran Rp1,5 trilyun dan saat ini sudah lebih dari Rp 6,5 trilyun Negara mengalokasikan dananya terhadap penanggulangan bencana,” ujarnya.
Diakuinyaa, dirinya telah menangani 17 perusahaan yang melakukan kerusakan lingkungan di daerah aliran sungai citarum di daerah hulu sungai dan rencana kedepan akan melakukan pemeriksaan di wilayah hilir sungai. “Saya sudah memeriksa 17 perusahaan yang diduga telah melakukan pencemaran terhadap Sungai Citarum dan akan melanjutkan ke wilayah hilir yang memang masuk daerah Kabupaten Karawang. Kalau memang terbukti saya akan langsung melaporkannya ke bareskrim,” katanya.
Terkait permasalahan lingkungan hidup di Karawang, BPK RI menghimbau kepada bupati untuk konsen terhadap pengelolaan lingkungan hidup khususnya dibidang pertanian dan Sungai Citarum. “Permasalahan di Karawang ini adalah alih fungsi lahan dari lahan-lahan produktif untuk kepentingan industry. Sehingga mengganggu ketahanan pangan di Indonesia, karena itu saya meminta kepada bupati memegang teguh mana yang menjadi tata ruang lahan pertanian berkelanjutan dan tidak boleh dipindahkan untuk kepentingan industry,” paparnya.
“Selanjutnya tingkat polusi dan pencemaran di Karawang secara umum sudah sangat meningkat karena menurut data yang saya dapatkan banyak perusahaan yang membuang limbahnya ke Sungai Citarum di Karawang,” sambungnya.(yfs)

Dikutip dari : Koran Kabar Gapura Karawang.

Posted By Unknown20.00

Karawang Rawan Pencemaran Limbah B3


Limbah B3 dari PT. Tochu Silika Indonesia dan CV. Tsanidya Rizky Illahi untuk urug tanah ponpes Hidayatullah di desa benggol.
Kabupaten Karawang dikenal memiliki Kawasan Industri terbesar di Asia Tenggara. Namun demikian, tidak hanya menimbulkan dampak positif bagi pendapatan daerah, melainkan bisa menjadi permasalahan baru khususnya tentang lingkungan hidup di Karawang. Salah satu yang menjadi perhatian adalah Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan limbah B3.

Ditemui saat memberikan pemahaman mengenai limbah B3 di Gedung Singaperbangsa lantai 3 Karawang, Kepala Bidang Pengawasan Pencemaran Lingkungan Hidup, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLHD) Provinsi Jawa Barat, Suharsono memaparkan, pengelolaan B3 dan Limbah B3 memiliki keunikan dan kekhasan dalam pengelolaannya. Hal tersebut disebabkan B3 dan limbah B3 memiliki resiko yang sangat tinggi apabila tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, prinsip kehati- hatian sangat diperlukan, sehingga pengelolaan limbah B3 tidak seluruhnya diserahkan proses perizinannya ke pemerintah daerah.

Dalam undang- undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup telas dijelaskan bagaimana cara dan proses pengelolaan B3 dan limbah B3 yang baik dan benar, didalamnya juga dijelaskan secara rinci tempat penyimpanan, insenerator, bioremediasi, pemanfaatan limbah selanjutnya perijinan kemudian ada yang dinamakan dengan pengawasan agar system berjalan dengan baik, sesuai dengan hasil yang diinginkan. Dalam pengawasan akan ada temuan- temuan yang dapat dijadikan patokan atau referensi oleh pihak perusahaan yang mendapat ijin, sehingga hasil yang didapat kembali pada keadaan semula, yaitu keadaan dimana persyaratan  teknis dalam perijinan dipenuhi,” paparnya panjang lebar kepada Kabar Gapura.

Dijelaskannya, adapun mekanisme pengelolaan limbah B3 ada beberapa cara dengan kimia, fisik, dan biologi. Proses pengolahan limbah B3 secara kimia atau fisik yang umum adalah stabilisasi atau solidifikasi. Dijelaskan Suharsono, stabilisasi atau solidifikasi adalah proses pengubahan bentuk fisik dan atau sifat kimia dengan menambahkan bahan pengikat atau senyawa pereaksi tertentu untuk memperkecil atau membatasi kelarutan, pergerakan, atau penyebaran daya racun limbah sebelum dibuang. 

Teknologi solidification atau stabilization, kata dia, dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi, lanjut Suharsono, didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama. 

Rendahnya tingkat ketaatan industri dalam melakukan pelaporan kurang dari 100 industri se-Jawa Barat mengirimkan laporannya, sehingga berdampak rawan tindak pencemaran, bisa terlihat dari banyaknya laporan dari masyarakat tentang pencemaran lingkungan hidup di Jawa Barat,” ujarnya.

Dikatakanya, dari hal diatas yang menjadi berbahaya ketika terjadi pencemaran semisal ke tanah. Tanah yang terkena limbah zat kimia dalam konsentrasi diatas ambang batas, mungkin tidak sakit meskipun mengandung unsur atau senyawa kimia atau logam berat yang berbahaya. Namun bila tanah tersebut ditanami, maka tanaman tersebut akan mengakumulasi unsur atau senyawa yang berbahaya, sehingga dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia dan hewan yang mengkonsumsi produk tersebut.Pembuangan limbah industri ke badan air sungai dapat menurunkan produktivitas lahan sawah dan kualitas hasil tanaman karena air sungai yang tercemar tersebut digunakan sebagai sumber air pengairan, dari hal tersebut sudah pasti menurunnya hasil gabah,” pungkasnya. (yfs)


Dikutip dari : Koran Kabar Gapura Karawang 

Posted By Unknown19.47

Jumat, 14 Februari 2014

Karawang Berencana Bentuk FPRB


Audiensi forkadasC+ mengenai FPRB direspon baik oleh Wakil Bupati Karawang

Intensitas hujan yang masih tinggi di Kabupaten Karawang, membuat sebagian warga khawatir bencana banjir terulang kembali. Oleh karenanya berbagai langkah dilakukan untuk mengurangi resiko bencana. Salah satunya membentuk Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) di Karawang.
Senin (10/02), LSM Forum Komunikasi Daerah Aliran Sungai Citarum (forkadasC+) selaku anggota dari Forum Pengurangan Resiko Bencana Provinsi Jawa Barat melakukan audiensi dengan Wakil Bupati Karawang sebagai langkah awal untuk mengenalkan program dari FPRB.
FPRB merupakan salah satu lembaga yang dibentuk oleh Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar, sebagai langkah mewujudkan Program Jawa Barat Tangguh. Forum tersebut bertujuan untuk mengurangi resiko bencana yang dibentuk pada 22 Januari 2013 di Bandung, dan dihadiri seluruh elemen masyarakat, organisasi dan dinas- dinas di pemerintahan kota dan kabupaten di Jawa Barat.
Ketua Harian forkadasC+ Hendro Wibowo menuturkan, audiensi dengan wakil bupati bertujuan untuk menyampaikan amanat dari wakil gubernur mengenai FPRB dan sekaligus memperkenalkan program-program penyelamatan sungai Citarum dari forkadasC+.
Kami diberikan amanat dari wakil gubernur, untuk memperkenalkan FPRB ke wakil bupati, karena itu kami meminta audiensi. Selain itu juga, sebagai langkah kami untuk mendorong pemerintah agar lebih memperhatikan Sungai Citarum, ujarnya.
Lanjutnya, pihaknya juga akan mencoba audiensi dengan Bupati Karawang, dan DPRD Kabupaten Karawang Karena memang belum ada kesempatan bagi kami untuk audiensi dengan Bupati dan DPRD, jadi untuk sementara ini hanya wakil bupati saja, ungkapnya .
Dalam audiensi yang berlangsung 45 menit Wakil bupati dr. Cellica Nurrachadiana mengungkapkan, dirinya mewakili Pemerintahan Kabupaten Karawang akan mendorong dan memfasilitasi pembentukan FPRB di Karawang.
Saya sebagai wakil bupati sangat merespon baik apa yang dilakukan oleh masyarakat. Apapun yang memang itu baik bagi Karawang saya mendukung program tersebut, ujarnya. (yfs)

Dikutip dari : Koran Kabar Gapura Karawang

Posted By Unknown14.35