Kamis, 20 Maret 2014

PT. Jui Shin Lebih Dominan Rusak Lingkungan

Lokasi Pertambangan PT. Jiu Shin di Desa Tamansari Kecamatan Pangkalan
Polemik eksploitasi Batu Kapur di wilayah Kecamatan Pangkalan, Karawang, terus menuai reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat Karawang. Salah satunya disampaikan Ace Sopian Mustari, Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Karawang, beberapa waktu lalu menegaskan, sampai saat ini Pemkab Karawang belum mengeluarkan izin pertambangan terhadap PT Jui Shin, yang memproduksi semen itu.

Berkaitan dengan bahan baku pembuatan semen PT Jui Shin, sepengetahuannya, belum ada selembar izinpun yang dikeluarkan. Apalagi Kecamatan Pangkalan, khususnya kawasan karst, belum ada penetapan sebagai tata ruang untuk pertambangan. Karena Peraturan Daerah (Perda) tentang pertambangan, masih dibahas di DPRD Karawang.

“Tidak mudah prosesnya menetapkan wilayah pertambangan. Karena harus ada izin dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),” terangnya.
Dengan belum adanya restu pertambangan karst dari Pemkab Karawang, Ace menegaskan, seharusnya tidak ada aktivitas pertambangan yang dilakukan PT Jui Shin untuk mengolah menjadi semen. Hanya saja, ada pertambangan rakyat yang dilakukan warga sekitar.

Ditempat berbeda, Aktivis Lingkungan dari Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Singaperbangsa Karawang (Mapalaska), Tiska mengungkapkan, dikaji dari berbagai sumber manapun, keberadaan PT Jui Shin hanya akan merugikan masyarakat Karawang. 

Terutama dan yang paling penting adalah dampak kerusakan lingkungan di Kawasan Karst, jika sampai diterbitkan izin pertambangan di lokasi tersebut. Dia juga mewajarkan, jika terjadi gejolak ditengah masyarakat sekitar pabrik semen itu.  Sebab, menurutnya, dari segi kontribusi perusahaan terhadap masyarakat sekitar, tentunya warga di Bekasi yang diprioritaskan. Karena secara lokasi administrasinya, masuk ke Kabupaten Bekasi. Namun, dugaanya, Jui Shin akan mengambil bahan baku di Karawang, yakni di kawasan karst Citaman Kecamatan Pangkalan.

“Akan besar sekali kerugiannya, jika sampai pemerintah memberikan izin pertambangan di kawasan karst Citaman,” tukasnya.
 
Sementara itu, Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu (BPMPT) Kabupaten Karawang, mengaku tidak dapat mengeluarkan Ijin Usaha Pertambangan (IUP), sebelum adanya aturan ketentuan wilayah Pertambangan (WP) yang dibuat DPR RI. 

Pernyataan ini diperkuat dengan adanya surat edaran Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Nomor 08.E/30/DJB/2012 tentang penghentian sementara penerbitan IUP baru, sampai ditetapkannya wilayah pertambangan (WP).
Berdasarkan Pasal 13 UU No. 4 Tahun 2009, WP terdiri atas Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) dan berdasarkan pasal 16 UU No. 4 Tahun 2009, satu WUP terdiri atas satu atau beberapa Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP). Selanjutnya, Pasal 35 UU No. 4 Tahun 2009, Usaha pertambangan dilaksanakan dalam bentuk Izin Usaha Pertambang (IUP). 

IUP tersebut diberikan menteri, gubernur, atau Bupati/ Walikota, dengan kewenangannya setelah mendapat WIUP. WIUP  mineral logam dan WIUP batubara, diberikan dengan cara lelang. Sedangkan untuk WIUP Mineral, bukan logam dan WIUP Batuan, di berikan dengan cara permohonan wilayah.

Mengingat belum adanya Rekomendasi dari DPR-RI, sampai saat ini tentang WP di Indonesia, sesuai dengan Pasal 9 Ayat 2 UU No. 4 Tahun 2009. Sebagaimana dimaksud WP, ditetapkan oleh pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan DPR RI. Maka sesuai dengan hal di atas bahwa WP belum dapat ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.  Sehingga WUP dan WIUP pun, belum dapat di keluarkan. Sehingga Pemerintah daerah tidak dapat mengeluarkan ijin tentang usaha pertambangan.

Oktaf Hariaji salah seorang staf BPMPT Kabupaten Karawang menyatakan, BPMPT selama ini tidak pernah mengeluarkan ijin tentang Ijin Usaha Pertambangan di Kabupaten Karawang. Hal tersebut dikarenakan, belum keluarnya Wilayah Pertambangan (WP) dari pusat sampai saat ini. Sehingga BPMPT, tidak dapat menerima perusahaan manapun, tentang permohonan ijin pertambangan.

“BPMPT sampai saat ini tidak pernah berani mengeluarkan ijin usaha pertambangan. Hal tersebut di karenakan, kita belum dapat rekomendasi tentang Wilayah Pertambangn (WP),” tutur Oktaf Kepada Kabar Gapura.
Lanjut Oktaf, jika terjadinya aktifitas usaha pertambangan yang dilakukan sampai saat ini, bukan ijin dari BPMPT. Karena peraturan dan berdirinya BPMPT masih baru. Kalau memang ada aktifitas pertambangan saat ini, kata Oktaf, itu merupakan salah satu kontrak dari hasil peraturan yang lama.

“Aktifitas pertambangan yang terjadi saat ini, itu berijin dari peraturan yang lama. Ijinnya pun, dari OPD yang berkewenangan saat itu dan bukan dari  Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu (BPMPT),tutur Oktaf.
 “Jika kontrak mereka sudah habis, lalu selama Wilayah Pertambang belum keluar, maka BPMPT pun masih belum memberi ijin pertambangan” tukas Oktaf.   
        
Menurut Aep Saepudin, kepala Seksi Geologi Dinas Perindustrian Perdagangan Pertambangan dan Energi (Disperindagtamben) Karawang, perusahaan pertambangan di Kabupaten Karawang, memang tidak dapat melakukan Ijin Usaha Pertambangan (IUP), sesuai surat edaran Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Nomor 08.E/30/DJB/2012, tentang penghentian sementara penerbitan IUP baru sampai ditetapkannya wilayah pertambangan (WP) sesuai UU No 4 tahun 2009.

Aep Saepudin menambahkan kepada Kabar Gapura, peraturan tersebut memang berlaku untuk para perusahaan, yang akan mendirikan pertambangan baru sesudah peraturan UU No 4 Tahun 2009, berlaku tetapi untuk perusahaan yang sudah ada atau berdiri sebelum adanya UU No 4 Tahun 2009, itu masih dapat melakukan IUP walaupun jangka waktunya sudah habis.
Menurutnya, sesuai dengan PP No 23 Tahun 2010, melalui PP No 1 Tahun 2014 dan PERMEN ESDM No 1 Tahun 2014. “IUP masih berlaku bagi perusahaan tambang yang berdiri sebelum UU No 4 Tahun 2009, disahkan sesuai dengan PP No 23 Tahun 2010, melalui PP No 1 Tahun 2014 dan PERMEN ESDM No 1 Tahun 2014,tutur Aep.
Lebih jauh Aep Saepudin menjelaskan, peraturan tersebut terdapat pada Pasal 112 Ayat 7 PP  No 23 Tahun 2010, pemegang kuasa pertambangan yang memiliki lebih dari 1 (satu) kuasa pertambangan dan atau lebih dari satu komoditas tambang sebelum diberlakukannya Undang – Undang no 4 Tahun 2009, tetap berlaku sampai jangka waktu berakhir dan dapat di perpanjang menjadi IUP sesuai dengan peraturan pemerintah ini.
“Jadi BPMPT masih dapat melakukan Ijin Usaha Pertambangan bagi perusahaan tambang yang sudah berdiri sebelum UU No 24 Tahun 2009 berlaku,tambahnya.
Lanjut Aep, jika perusahaan pertambangan yang berada di Kecamatan Pangkalan, setahunya hanya Lili Suriwati, yang memiliki ijin usaha tambang sekitar 1,7 Hektar. Ditambahkan, memang banyak masalah rumit dalam pertambangan di daerah Pangkalan. Terutama dengan banyak usaha pertambangan, yang dilakukan rakyat. Tetapi melihat kondisinya bahwa pertambangan rakyat tidak menggunakan alat berat.
Penegakan masalah pertambangan ini, mungkin adalah tugas koordinasi semuanya. Tetapi OPD, tidak dapat melakukan penindakan kepada para pelanggar. Karena penegak undang–undang adalah kewenangan kepolisian, bukan OPD. (ckw)

Dikutip dari : Koran Kabar Gapura

1 komentar: