Jumat, 14 Februari 2014

BPLHD Laporkan Perusahaan Pencemar Lingkungan ke KLH


Personalia PT. Tochu Silika Indonesia dan CV. Tsanidya Rizki Illahi sedang memberikan tanggapan terkait kasus yang menjeratnya

Dua Perusahaan Terancam Ditutup, Penjara dan Denda Rp 3 Miliar
Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Kabupaten Karawang menyatakan PT Tochu Silika Indonesia dan CV Tsanidya Rizki Illahi telah melanggar peraturan pemerintah tentang limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Kedua pelaku usaha tersebut dinyatakan  bersalah dalam kasus pengurugan tanah menggunakan limbah B3 di pondok pesantren Hidayatullah milik Yayasan Ummul Qurro di Kampung Benggol, RT 04/01, Desa Tegal Sawah Kecamatan Karawang Timur.
Demikian terungkap dalam mediasi yang dilakukan oleh BPLHD Karawang dengan PT. Tochu Silika Indonesia dan CV. Tsanidya Rizki Illahi, di Gedung Aula BPLHD Karawang, Senin (10/02). Mediasi itu dihadiri Forum Komunikasi Daerah Sungai Citarum (ForkadasC+), Pembina Yayasan Ummul Qurro, Kepala Desa Tegal Sawah, perwakilan Polres Karawang, perwakilan Satpol PP dan Camat Karawang Timur.
PT Tochu Silika Indonesia dan CV Tsanidya Rizki Illahi menyatakan akan melakukan pemulihan dengan mengangkat kembali limbah B3 yang dijadikan tanah urugan tersebut. Kendati demikian, pihak BPLHD Karawang tetap akan memproses secara hukum kasus pelanggaran pencemaran lingkungan limbah B3 tersebut.
Diketahui, limbah B3 yang dijadikan bahan urugan itu berjenis pasir poundry, sisa olahan peleburan biji besi baja sehingga mengandung zat logam berat yang dapat mencemari air tanah dan dapat berakibat buruk bagi kesehatan manusia. Peristiwa pengurugan itu terjadi pada tanggal 3 Nopember 2013 hingga bulan Desember 2013.
Kepala Bidang Pengawasan Dampak Lingkungan BPLHD Karawang, Neneng mengungkapkan, sesuai dengan aturan tentang limbah B3 jenis pasir poundry menyatakan tidak dapat digunakan untuk pengurugan tanah. Limbah jenis itu, kata dia, diperlukan penanganan atau pengolahan khusus agar tidak berdampak pada lingkungan hidup. Hal itu sesuai dengan amanat Undang-Undang tentang lingkungan hidup.
Diungkap lebih lanjut, pihaknya telah menyatakan bahwa jenis pasir yang dibawa oleh transporter CV Tsanidya Rizki Illahi yang diambil dari PT Tochu Silika Indonesia adalah pasir poundry dan pasir tersebut termasuk dalam golongan limbah B3.
Untuk menyelesaikan pencemaran lingkungan ini, kami akan layangkan hasil berita acara hari ini ke pihak Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), untuk kemudian ditindaklanjuti. Dalam PP No 18 tahun 1999 disebutkan pasir poundry adalah jenis limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3), dan dalam pengelolaannya harus sesuai ijin dari KLH,jelas Neneng.
Dikatakannya, sanksi terhadap pencemaran lingkungan oleh limbah B3 tertuang dalam Undang–Undang RI No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Undang-Undang itu mengamanatkan setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun, juga denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 3 miliar.
“Dan setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan limbah B3, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun, juga denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 3 miliar,” jelas Neneng.
Dalam mediasi itu, pihak PT Tochu Silika Indonesia  dan CV Tsanidya Rizki Illahi berkilah jika limbah B3 jenis pasir poundry yang digunakan menjadi bahan urugan tanah tidak membahayakan bagi manusia dan lingkungan. Kendati demikian, pihaknya tidak bisa mengelak kalau pasirnya adalah pasir poundry yang termasuk limbah B3.
Saya selaku personalia PT Tochu dan mewakili penyedia jasa transporter yakni CV Tsanidya Rizki Illahi menyatakan pasir tersebut tidak berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Peraturan tentang limbah B3 memang baru kami ketahui, kalau memang kami menyalahi, kami memohon penyelesaian ini bisa dilakukan dengan musyawarah, karena kalau sampai perusahaan kami tutup bisa berdampak terhadap nasib para pekerja dan industri lainnya, pungkasnya.
Sementara itu, Sekretaris Umum ForkadasC+, Aep Saepudin berkomentar, tidak akan mungkin sebuah perusahaan yang bergerak di pemanfaatan limbah B3 tidak mengetahui peraturan tentang aturan yang terkait dengan limbah B3. Yang disebutkan pihak PT Tochu Silika Indonesia  merupakan alibi untuk mengelak dari kesalahannya. Untuk itu, pihaknya mendesak BPLHD Karawang menindaklanjuti temuan pencemaran lingkungan tersebut hingga tercipta keputusan hukum.
“Usut tuntas dan tegakan hukum setegak-tegaknya. Hal ini penting dilakukan untuk menimbulkan efek jera terhadap perusahaan di bidang pemanfaatan limbah B3. Kini pencemaran lingkungan telah terjadi, walaupun limbah itu diangkut kembali, tapi pelanggaran hukum dan pencemaran lingkungan telah terjadi,” katanya.  
Sementara itu, pembina Yayasan Ummul Qurro, Nanang menuturkan, pihaknya mengakui mendapat sumbangan dari donator berupa pasir poundry yang memang dibutuhkannya untuk pengurugan tanah dalam proses pembangunan pondok pesantren Hidayatullah. Diakui Nanang, pihaknya tidak mengetahui bahwa pasir poundry termasuk limbah B3 yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
Saya menerima saja sumbangan dari pak Nanang selaku pemilik CV Tsanidya Rizki Illahi. Dan  karena kami sangat membutuhkan pasir tersebut sebagai pengurug tanah pesantren kemudian kami terima. Sebelumnya memang pak Nanang memang memberitahukan jika pasir tersebut adalah limbah perusahaan dan menurutnya pasir itu aman untuk dijadikan urug tanah,” ujarnya. (yfs)

Dikutip dari : Koran Kabar Gapura Karawang

0 komentar:

Posting Komentar