Lokasi Pertambangan PT. Jiu Shin di Desa Tamansari Kecamatan Pangkalan |
Polemik eksploitasi Batu Kapur di wilayah Kecamatan Pangkalan, Karawang,
terus menuai reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat Karawang. Salah
satunya disampaikan Ace Sopian Mustari, Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD
Karawang, beberapa waktu lalu menegaskan,
sampai saat ini Pemkab Karawang belum mengeluarkan izin pertambangan terhadap
PT Jui Shin, yang memproduksi semen itu.
Berkaitan dengan bahan baku pembuatan semen PT Jui Shin, sepengetahuannya,
belum ada selembar izinpun yang dikeluarkan. Apalagi Kecamatan Pangkalan,
khususnya kawasan karst, belum ada penetapan sebagai tata ruang untuk
pertambangan. Karena Peraturan Daerah (Perda) tentang pertambangan, masih
dibahas di DPRD Karawang.
“Tidak mudah prosesnya menetapkan wilayah pertambangan. Karena harus ada
izin dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),” terangnya.
Dengan belum adanya restu
pertambangan karst dari Pemkab Karawang, Ace menegaskan, seharusnya
tidak ada aktivitas pertambangan yang dilakukan PT Jui Shin untuk mengolah
menjadi semen. Hanya saja, ada pertambangan rakyat yang dilakukan warga
sekitar.
Ditempat berbeda, Aktivis Lingkungan dari Mahasiswa Pecinta Alam
Universitas Singaperbangsa Karawang (Mapalaska), Tiska mengungkapkan, dikaji
dari berbagai sumber manapun, keberadaan PT Jui Shin hanya akan merugikan
masyarakat Karawang.
Terutama dan yang paling penting adalah dampak kerusakan lingkungan di Kawasan
Karst, jika sampai diterbitkan izin pertambangan di lokasi tersebut. Dia
juga mewajarkan, jika terjadi gejolak ditengah masyarakat sekitar pabrik semen
itu. Sebab, menurutnya, dari segi kontribusi perusahaan terhadap
masyarakat sekitar, tentunya warga di Bekasi yang diprioritaskan. Karena secara
lokasi administrasinya, masuk ke Kabupaten Bekasi. Namun, dugaanya, Jui Shin akan
mengambil bahan baku di Karawang, yakni di kawasan karst Citaman
Kecamatan Pangkalan.
“Akan besar sekali kerugiannya, jika sampai pemerintah memberikan izin
pertambangan di kawasan karst Citaman,” tukasnya.
Sementara itu, Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu (BPMPT) Kabupaten Karawang, mengaku tidak dapat mengeluarkan Ijin Usaha Pertambangan (IUP), sebelum adanya aturan ketentuan wilayah
Pertambangan (WP) yang dibuat DPR RI.
Pernyataan ini diperkuat dengan adanya surat edaran Kementrian
Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan
Batubara, Nomor 08.E/30/DJB/2012 tentang penghentian
sementara penerbitan IUP baru, sampai ditetapkannya wilayah pertambangan
(WP).
Berdasarkan Pasal 13 UU No. 4 Tahun
2009, WP terdiri atas Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) dan berdasarkan pasal 16
UU No. 4 Tahun 2009, satu WUP terdiri atas satu atau beberapa Wilayah Ijin
Usaha Pertambangan (WIUP). Selanjutnya, Pasal 35 UU No. 4
Tahun 2009, Usaha pertambangan dilaksanakan dalam bentuk Izin Usaha Pertambang
(IUP).
IUP
tersebut diberikan menteri, gubernur, atau Bupati/ Walikota, dengan
kewenangannya setelah mendapat WIUP. WIUP
mineral logam dan WIUP batubara, diberikan
dengan cara lelang. Sedangkan untuk WIUP Mineral,
bukan logam dan WIUP Batuan, di
berikan dengan cara permohonan wilayah.
Mengingat belum adanya Rekomendasi dari DPR-RI,
sampai saat ini tentang WP di Indonesia, sesuai dengan
Pasal 9 Ayat
2 UU No. 4 Tahun 2009. Sebagaimana
dimaksud WP, ditetapkan oleh pemerintah setelah
berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan DPR
RI. Maka
sesuai dengan hal di atas bahwa WP belum dapat ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Sehingga
WUP dan WIUP pun, belum dapat di keluarkan.
Sehingga Pemerintah daerah tidak dapat mengeluarkan ijin tentang usaha
pertambangan.
Oktaf Hariaji salah seorang
staf
BPMPT Kabupaten Karawang menyatakan,
BPMPT selama ini tidak pernah mengeluarkan ijin tentang Ijin Usaha Pertambangan
di Kabupaten Karawang. Hal
tersebut dikarenakan, belum keluarnya Wilayah Pertambangan (WP)
dari pusat sampai saat ini. Sehingga
BPMPT, tidak dapat menerima perusahaan manapun,
tentang permohonan ijin pertambangan.
“BPMPT sampai saat ini
tidak pernah berani mengeluarkan ijin usaha pertambangan. Hal
tersebut di karenakan, kita belum dapat rekomendasi tentang
Wilayah Pertambangn (WP),” tutur
Oktaf Kepada Kabar Gapura.
Lanjut Oktaf,
jika terjadinya aktifitas usaha pertambangan yang dilakukan sampai saat ini,
bukan ijin dari BPMPT. Karena
peraturan dan berdirinya BPMPT masih baru. Kalau
memang ada aktifitas pertambangan saat ini, kata Oktaf,
itu merupakan salah satu kontrak dari hasil peraturan yang lama.
“Aktifitas pertambangan
yang terjadi saat ini, itu berijin dari peraturan yang lama. Ijinnya
pun, dari OPD yang berkewenangan saat itu dan
bukan dari Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu (BPMPT),” tutur
Oktaf.
“Jika kontrak mereka sudah habis, lalu selama
Wilayah Pertambang belum keluar, maka BPMPT pun masih belum memberi ijin
pertambangan” tukas Oktaf.
Menurut Aep Saepudin, kepala
Seksi Geologi Dinas Perindustrian Perdagangan Pertambangan dan Energi (Disperindagtamben) Karawang, perusahaan pertambangan di Kabupaten
Karawang, memang tidak dapat melakukan Ijin Usaha
Pertambangan (IUP), sesuai surat edaran Kementrian Energi dan
Sumberdaya Mineral, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
Nomor 08.E/30/DJB/2012, tentang penghentian sementara penerbitan
IUP baru sampai ditetapkannya wilayah pertambangan (WP) sesuai UU No 4 tahun
2009.
Aep Saepudin menambahkan kepada Kabar Gapura, peraturan tersebut memang berlaku untuk para perusahaan,
yang akan mendirikan pertambangan baru sesudah peraturan UU No 4 Tahun
2009, berlaku tetapi untuk perusahaan yang sudah
ada atau berdiri sebelum adanya UU No 4 Tahun
2009, itu masih dapat
melakukan IUP walaupun jangka waktunya sudah habis.
Menurutnya,
sesuai dengan PP No 23 Tahun 2010, melalui PP No 1 Tahun
2014 dan PERMEN ESDM No 1 Tahun 2014. “IUP
masih berlaku bagi perusahaan tambang yang berdiri sebelum UU No 4 Tahun
2009, disahkan sesuai dengan PP No 23 Tahun
2010, melalui PP No 1 Tahun 2014 dan PERMEN ESDM
No 1 Tahun 2014,” tutur
Aep.
Lebih jauh Aep
Saepudin menjelaskan, peraturan tersebut terdapat pada Pasal
112 Ayat 7 PP
No 23 Tahun 2010, pemegang kuasa pertambangan yang
memiliki lebih dari 1 (satu) kuasa pertambangan dan atau lebih dari satu
komoditas tambang sebelum diberlakukannya Undang – Undang no 4 Tahun
2009, tetap berlaku sampai jangka waktu berakhir
dan dapat di perpanjang menjadi IUP sesuai dengan peraturan pemerintah ini.
“Jadi BPMPT masih dapat melakukan Ijin Usaha Pertambangan bagi
perusahaan tambang yang sudah berdiri sebelum UU No 24 Tahun
2009 berlaku,” tambahnya.
Lanjut Aep,
jika perusahaan pertambangan yang berada di Kecamatan
Pangkalan,
setahunya hanya Lili Suriwati, yang memiliki ijin usaha tambang sekitar
1,7 Hektar. Ditambahkan, memang banyak masalah rumit dalam
pertambangan di daerah Pangkalan. Terutama
dengan banyak usaha pertambangan, yang
dilakukan rakyat. Tetapi melihat kondisinya bahwa pertambangan
rakyat tidak menggunakan alat berat.
Penegakan masalah pertambangan ini, mungkin
adalah tugas koordinasi semuanya. Tetapi
OPD, tidak dapat melakukan penindakan kepada
para pelanggar. Karena penegak undang–undang adalah kewenangan
kepolisian, bukan OPD. (ckw)
Dikutip dari : Koran Kabar Gapura
PT.jiu shin....perusak alam
BalasHapus