Sekjen Mapag Sanggabuana, Andhi Wibisono |
Penduduk setempat, kata dia, mengalami dilemma. Pada satu sisi mereka harus ikut aktif
dalam upaya melindungi kawasan karst, namun di sisi lain alasan perekonomian
menyebabkan mereka terpaksa melakukan kegiatan penambangan batu kapur di
wilayah tersebut. Jalan tengah harus dicari untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Penambangan di
kawasan karst tersebut harus diimbangi dengan upaya reklamasi dan rehabilitasi
lahan bekas pertambangan. Selain itu, lanjut dia, penambangan juga tidak boleh dilakukan
secara berlebihan dan harus tetap berada di dalam koridor hukum yang berlaku.“Untuk
mewujudkan hal tersebut tentu saja tidak mudah, dibutuhkan ketegasan dari
pemerintah serta kesadaran diri dari penambang batu kapur untuk ikut serta
dalam upaya pelestarian lingkungan karst,”
ungkapnya.Ditambahkannya, sejak dulu masyarakat Karawang
Selatan sudah melakukan penambangan batu kapur secara tradisional atau disebut
dengan penambangan rakyat, peralatan yang mereka gunakan masih tradisional dan
masih memiliki kearifan lokal sehingga tidak berdampak negative terhadap
lingkungan sekitar.“20 tahun lalu hingga
sekarang penambangan batu kapur sudah terjadi di Karawang Selatan akan tetapi
masyarakat yang dulu masih menjaga keseimbangan lingkungannya, masih memakai
kearifan lokal dan masih menggunakan alat penambangan tradisional. Berbeda dengan penambangan rakyat
saat ini, alat- alat berat digunakan untuk mengambil batu kapur tanpa
memperhatikan lingkungan disekitar dan semakin tidak terkendali,” ujarnya.
Dijelaskan lebih lanjut, saat ini sejumlah mata air di
Karawang Selatan yang menjadi sumber air bagi warga di dua kecamatan, yaitu
Kecamatan Pangkalan dan Tegalwaru terancam musnah. Dua mata air tersebut adalah mata
air Ciburial dan Citaman. Bukan saja itu, beberapa goa yakni goa Lalay dan Citaman pun ikut terancam menjadi rusak,” pungkasnya. (yfs)
Dikutip dari: Koran Kabar Gapura
Dikutip dari: Koran Kabar Gapura
0 komentar:
Posting Komentar