Minggu, 20 April 2014

BPLH Siapkan Alat Telemetri Air di Citarum

Filled under:




Pengambilan sampel di zona rawan pencemaran, 500 meter dari walahar

Maraknya pencemaran di Sungai Citarum, Badan Pengelolah Lingkungan Hidup (BPLH) Kabupaten Karawang, bakal memasang alat Telemetri dibeberapa titik Sungai.

Alat tersebut berfungsi, sebagai alat pengawasan terhadap adanya pencemaran yang terjadi di Sungai Citarum. Telemetri air ini, akan menjadi salah satu alat yang dapat membatu tugas BPLH.
Kepala Wasdal BPLH Karawang, Neneng Junengsih kepada Kabar Gapura, jika nanti akan ada 4 titik loksdi untuk dipasang empat alat Telemetri di Sungai Citarum. Rencananya, pencarian titik tersebut akan dilakukan 22 april 2014 mendatang.
Telemetri ini, akan sangat membantu tugas dari BPLH, dalam melakukan dan pengawasan terhadap kondisi dari Sungai Citarum. Sehingga pengawasan BPLH, terhadap perusahaan-perusahaan yang berada dekat bantaran Citarum, dapat terbantu lebih mudah oleh alat Telemetri Air.
Jika pemasangannya sendiri, BPLH masih belum dapat mengetahui, menurutnya karena alat dari Telemetri sendiri, dilelang melalui Dinas Cipta Karya Kabupaten Karawang. Sehingga BPLH masih belum mengetahui perkembangan selanjutnya.
“BPLH hanya akan menerima dan menentukan alatnya saja, untuk pembelian alatnya dan pembuatan posnya, itu berada di Dinas Cipta Karya,” ucapnya.
Sesuai dengan pernyataan Sekretaris BPLH, Wawan Setiawan, jika BPLH pun akan melakukan perencanaan pembeliaan tentang Telemetri Udara.
“BPLH pun akan melakukan pembelian telemetri udara, yang rencanannya akan di pasang di bunderan Bypass, selain untuk mengetahui kondisi udara di Kabupaten Karawang, tetapi juga untuk memancing untuk setiap kawasan industry mempunyai telemetri udara,” ucapnya.
Dirinya sangat berharap, fungsi dari Telemetri-telemetri ini, akan menjadi pengawasan bersama terhadap lingkungan di Kabupaten Karawang. Dimana pengawasan bersama ini, dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dan para pengusaha. (cwk)

Dikutip dari : Koran Kabar Gapura Karawang

Posted By Unknown21.19

Rabu, 02 April 2014

Goa Dayeuh Perlu Perhatian Pemkab Karawang


Kepala Litbang forkadasC+ Saat berada di Gua Dayeuh yang berada di Dusun Citaman, Desa Tamansari terancam
Goa Dayeuh yang terletak di Dusun Citaman, Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan merupakan gua vertikal dengan hutan purba yang rapat di dasarnya. Sebuah lorong diperkirakan berdiameter 300 m yang dihiasi dengan ornamen goa- goa kecil di dalamnya. Bukan saja itu, ditemukan beberapa fosil molusca di dinding gua tersebut. 
 Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Forum Komunikasi Daerah Aliran Sungai Citarum (forkadasC+), Arif Munawir mengungkapkan hasil penelitian sementara kami pada hari Sabtu hingga Senin tanggal 31 Maret  di Karawang Selatan tentang pemetaan potensi bencana dan keberadaan gua- gua di Desa Tamansari. Salah satu gua yakni goa dayeuh memiliki nilai sejarah yang perlu diteliti secara mendalam dan perlu menjadi perhatian bagi pemerintah Karawang. Pasalnya, ada beberapa fosil molusca yang sudah menjadi batuan menempel pada di dinding gua.
“Dilihat dari persamaan di beberapa gua di daerah lain. Goa Dayeuh dusun Citaman merupakan gua vertikal, mungkin Goa Dayeuh terbentuk akibat proses geologi hingga ribuan tahun beserta vegetasi yang ada di dalamnya, membentuk lingkaran dan didalam goa terdapat puluhan goa- goa kecil yang pastinya banyak dihuni oleh puluhan jenis hewan, diperkirakan berdiameter 300 m. Tetapi sayangnya warga sekitar tidak menjaga kelestarian alamnya, kami melihat banyak sampah bersebaran di dalamnya,” ujarnya kepada Kabar Gapura.
Ditambahkannya, untuk memasuki Goa Dayeuh sangat mudah untuk dicapai, letaknya dekat dengan wilayah pertambangan kapur sekitar 500 meter. Gua Dayeuh ini tidak seperti gua vertikal secara umunya. Oleh karena itu, siapapun dengan secara mudah bisa datang ke lokasi tersebut. Pemandangan yang ada di depan mata mengundang decak kagum. Sejauh mata memandang di beberapa goa kecil di dalamnya terdapat stalaktit- stalaktit. Namun, sebagian kecil telah mati. Dan juga bisa diambil kesimpula bahwa karst memang terhampar luas di daerah tersebut. Kemudian di dalam perut gua terhampar pemandangan hijaunya hutan yang sangat subur. Aneka lumut, paku-pakuan, semak, hingga pohon-pohon besar tumbuh dengan rapat. Hutan dengan vegetasi yang jauh berbeda dengan kondisi di atas ini sering dikenal dengan nama hutan purba.
“Eksotisme Goa Dayeuh sangat membuat saya tidak berkedip, hamparan gua- gua kecil dengan stalaktitnya membuat diri ini sedang tidak berada di wilayah Karawang. Terlihat pula pohon- pohon besar berumur ratusan tahun menjulang tinggi ke langit- langit gua,” tuturnya.
Lanjut arif, dirinya akan mencoba mendatangkan ahli geologi untuk lebih mengetahui tentang sejarah Goa Dayeuh. Dan juga mendatangkan pakar gua untuk bisa menelusuri kedalaman gua- gua kecil yang berada di goa tersebut.
“Kami akan melakukan penelitian khusus dengan mendatangkan beberapa pakar gua di Indonesia untuk mengetahui sejarah gua yang eksotis ini,” ujarnya.
Ditemui ditempat lain, salah satu warga Bustomi (25) mengungkapkan banyak warga Karawang belum mengetahui keberadaan Goa Dayeuh. Biasanya gua tersebut dijadikan tempat bersemedi beberapa warga di daerah Desa Tamansari.
“Belum banyak yang mengetahui lokasi Goa Dayeuh. Cuman kebanyakan warga datang ke gua itu untuk bersemedi saja,” pungkasnya.
“Saya atas nama warga yang dekat dengan lokasi gua, mengharapkan Goa Dayeuh bisa dijadikan objek pariwisata atau ada penelitian tentang sejarah gua tersebut,” ujarnya. (yfs)

Dikutip dari : Koran Kabar Gapura Karawang 

Posted By Unknown14.10

Sabtu, 29 Maret 2014

BPLH Kecolongan, Sungai Citarum Memerah


Puluhan warga yang tinggal di bantaran Sungai Citarum dikejutkan dengan perubahan warna sungai menjadi merah, Jumat (28/3)


Puluhan warga yang tinggal di bantaran Sungai Citarum dikejutkan dengan perubahan warna sungai menjadi merah, Jumat (28/3). Diduga, warna merah tersebut merupakan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) berupa limbah cair dari salah satu perusahaan yang berlokasi sekitar bantaran sungai.
Kepala Bidang Pengawasan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Karawang Neneng mengungkapkan, pihaknya sudah mengetahui adanya perubahan warna sungai Citarum menjadi merah. Atas kejadian tersebut, pihaknya mengaku sudah melakukan survei. Namun demikian, dia mengaku belum bisa memastikan penyebab perubahan warna tersebut.
“Dugaan sementara, perubahan warna terjadi akibat sungai tercemari limbah yang dibuang perusahaan yang berada di sekitar Kecamatan Klari,” ungkapnya.
Hal tersebut didasari atas adanya laporan petugas  yang melihat langsung di lokasi. Mereka segera melakukan observasi dan meminta keterangan dari warga. Ditambahkannya, pengambilan sampel air sudah dilakukan dan pihaknya akan melakukan cek laboratorium, serta  akan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke perusahaan yang dicurigai membuang limbah.
Sementara itu, Sekretaris Forum Komunikasi Daerah Aliran Sungai Citarum, Aep Saepudin mengungkapkan, pencemaran seperti ini sudah sering terjadi di Sungai Citarum. Pihaknya juga sudah beberapa kali menghimpun data dengan mengambil sampel air, dan melaporkannya ke BPLH. “Namun BPLH terkesan lamban dalam mengambil tindakan,” ujar Sep Saepudin.
Dia menilai BPLH tidak memiliki ketegasan dalam bertindak. Instansi itu, kata Aep, hanya memberi teguran kepada pihak perusahaan, bukan tindakan yang membuat perusahaan jera.
“BPLH seharusnya memaksimalkan kinerjanya. Mereka bisa memanfaatkan fasilitas perahu untuk meninjau lapangan. Karena tanpa turun dan menyisir Citarum, kita sulit untuk mengetahui di mana lokasi pembuangan dengan cepat dan tepat. Buat apa punya perahu kalau hanya disimpan saja,” pungkasnya.(yfs)

Dikutip dari : Koran Kabar Gapura Karawang

Posted By Unknown12.40

Otonomi Harus Berani


Staf ahli menteri lingkungan hidup bidang sosial, budaya dan kesehatan lingkungan, Inar Ichsana Ishak, SH., LLM

Permasalahan lingkungan terhadap eksploitasi Karawang Selatan yang di tenggarai karena kurangnya dan lemahnya kebijakan daerah dalam memahami peran fungsi otonomi daerahnya. Dikatakan, jika pemerintah daerah lebih paham dan tegas dalam mengawasi dan berperan mempertegas fungsi otonominya, tidak akan berdampak fatal.
Demikian dikatakan Inar Ichsana Ishak, SH., LLM., Staff Ahli Menteri Lingkungan Hidup Bidang Sosial Budaya dan Kesehatan Lingkungan kepada Kabar Gapura. Menurutnya, jika permasalahan eksploitasi oleh masyarakat pertambangan tergantung dengan kebijakan pemerintah untuk mendukungnya ke arah mana.
Seperti kawassan karst Pangkalan harus diteliti sesuai dengan uji yang benar-benar tepat melalui tahapan yang ada, dimana perhitungan suatu tata ruang yang akan di lakukan dalam kawasan pertambangan harus di perhatikan secara jelas, apakah kawasan tersebut akan mempengaruhi daya dukung lingkungan yang bersifat sangat merugikan atau tidak,” katanya.
Dalam menentukan suatu kawasan daerah, kata dia, jika memang ada suatu campur tangan pemerintah pusat. Untuk itu, jika daerah tidak setuju dengan alasan tertentu atau dianggap merugikan daerah, daerah mempunyai wewenang untuk melakukan banding atau penolakan.
Terkait dengan eksploitasi di kawasan pertambangan, dirinya merasa setuju. Asalkan, hemat dia, daerah tata ruang tersebut sesuai daerah kriteria budidaya. Selain itu tidak merusak dengan lingkungan yang ada, jika pun terjadi suatu eksploitasi harus dilakukan perhitungan pengawasan yang begitu cermat.
Instrument pengawasan terhadap pertambangan harus di dukung, tentunya perhatiaan terhadap industry dengan daya lingkungan segala pengawasan harus di dukung dengan baik tanpa ada hal yang dapat terlewati dalam pengamatan.
“Instrumen berperan untuk pengawasan pertambangan, alat ukur yang baik dalam pengawasan, data-data yang cermatpun harus direncanakan, jangan sampai karena kebijakan pusat dan terus berdiri tidak mempunyai data-data yang dapat melindungi daerahnya yang di bangun, jika ada ketakutan terhadap pemerintah pusat merupakan salah sendiri pemerintah daerah, pada hal pemerintah daerah lah yang mempunyai wrewnang untuk mengawasi” tuturnya.
Jika memang ada yang melakukan kejahatan lingkungan secara di bawah meja atau pun dengan jelas merusak lingkungan, KLH selalu terbuka menerima laporan untuk di selidiki karena KLH membuka pos pengaduan. (Cwk)

Dikutip dari : Koran Kabar Gapura Karawang

Posted By Unknown12.23