Personalia PT. Tochu Silika Indonesia dan CV. Tsanidya Rizki Illahi sedang memberikan tanggapan terkait kasus yang menjeratnya |
Dua Perusahaan Terancam Ditutup, Penjara dan Denda Rp 3
Miliar
Badan
Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Kabupaten Karawang menyatakan PT
Tochu Silika Indonesia dan CV Tsanidya Rizki Illahi telah melanggar peraturan
pemerintah tentang limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3). Kedua pelaku usaha tersebut dinyatakan bersalah dalam kasus pengurugan tanah menggunakan limbah B3 di pondok pesantren Hidayatullah milik Yayasan
Ummul Qurro di Kampung Benggol, RT
04/01, Desa Tegal Sawah Kecamatan Karawang Timur.
Demikian terungkap dalam mediasi
yang dilakukan oleh BPLHD Karawang dengan PT. Tochu Silika
Indonesia dan CV. Tsanidya Rizki Illahi, di Gedung Aula BPLHD Karawang, Senin (10/02). Mediasi
itu
dihadiri Forum Komunikasi Daerah
Sungai Citarum (ForkadasC+), Pembina Yayasan Ummul
Qurro, Kepala
Desa Tegal Sawah, perwakilan Polres Karawang, perwakilan Satpol PP dan Camat Karawang Timur.
PT
Tochu Silika Indonesia dan CV Tsanidya Rizki Illahi menyatakan akan melakukan
pemulihan dengan
mengangkat kembali limbah B3 yang dijadikan
tanah urugan tersebut. Kendati
demikian, pihak BPLHD Karawang tetap akan memproses secara hukum kasus
pelanggaran pencemaran lingkungan limbah B3 tersebut.
Diketahui,
limbah B3 yang
dijadikan bahan urugan itu berjenis
pasir poundry, sisa olahan peleburan biji besi baja sehingga mengandung zat
logam berat yang dapat mencemari air tanah dan dapat berakibat buruk bagi
kesehatan manusia. Peristiwa pengurugan itu terjadi pada
tanggal 3 Nopember 2013 hingga bulan Desember 2013.
Kepala
Bidang Pengawasan Dampak Lingkungan BPLHD Karawang, Neneng mengungkapkan,
sesuai dengan aturan tentang limbah B3 jenis pasir
poundry
menyatakan tidak dapat digunakan untuk pengurugan tanah. Limbah jenis itu, kata dia, diperlukan penanganan atau pengolahan khusus agar
tidak berdampak pada lingkungan hidup. Hal itu sesuai dengan amanat
Undang-Undang tentang lingkungan hidup.
Diungkap
lebih lanjut, pihaknya telah menyatakan bahwa jenis pasir yang dibawa oleh
transporter CV Tsanidya Rizki Illahi yang diambil dari PT Tochu Silika
Indonesia adalah pasir poundry dan pasir tersebut termasuk
dalam golongan limbah B3.
“Untuk menyelesaikan pencemaran lingkungan ini, kami
akan layangkan hasil berita acara hari ini ke pihak Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS) di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), untuk kemudian ditindaklanjuti. Dalam PP No 18 tahun 1999
disebutkan pasir poundry adalah jenis limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3), dan dalam pengelolaannya harus sesuai ijin dari KLH,” jelas Neneng.
Dikatakannya,
sanksi terhadap pencemaran lingkungan oleh limbah B3 tertuang dalam Undang–Undang RI No 32 Tahun 2009
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Undang-Undang itu
mengamanatkan setiap orang yang
melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun, juga denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 3 miliar.
“Dan setiap orang
yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan limbah B3, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling
lama tiga
tahun, juga denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak
Rp 3 miliar,” jelas Neneng.
Dalam mediasi itu, pihak PT
Tochu Silika Indonesia dan CV Tsanidya Rizki Illahi berkilah jika
limbah B3 jenis pasir poundry yang digunakan menjadi bahan urugan tanah tidak membahayakan bagi manusia dan lingkungan.
Kendati demikian, pihaknya tidak bisa mengelak kalau pasirnya adalah pasir
poundry yang termasuk limbah B3.
“Saya selaku personalia PT Tochu dan mewakili penyedia jasa transporter yakni CV Tsanidya Rizki Illahi menyatakan pasir tersebut tidak berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Peraturan tentang
limbah B3 memang baru kami ketahui, kalau memang kami
menyalahi, kami memohon penyelesaian ini bisa dilakukan dengan musyawarah,
karena kalau sampai perusahaan kami tutup bisa berdampak terhadap nasib para
pekerja dan industri lainnya,” pungkasnya.
Sementara itu, Sekretaris Umum ForkadasC+, Aep Saepudin
berkomentar, tidak akan mungkin sebuah perusahaan yang bergerak di pemanfaatan
limbah B3 tidak mengetahui peraturan tentang aturan yang terkait dengan limbah
B3. Yang disebutkan pihak PT Tochu Silika Indonesia merupakan alibi untuk mengelak dari kesalahannya. Untuk
itu, pihaknya mendesak BPLHD Karawang menindaklanjuti temuan pencemaran
lingkungan tersebut hingga tercipta keputusan hukum.
“Usut tuntas dan tegakan hukum setegak-tegaknya. Hal ini
penting dilakukan untuk menimbulkan efek jera terhadap perusahaan di bidang
pemanfaatan limbah B3. Kini pencemaran lingkungan telah terjadi, walaupun
limbah itu diangkut kembali, tapi pelanggaran hukum dan pencemaran lingkungan
telah terjadi,” katanya.
Sementara itu, pembina
Yayasan Ummul Qurro, Nanang menuturkan, pihaknya
mengakui mendapat sumbangan dari donator berupa pasir poundry yang memang
dibutuhkannya untuk pengurugan tanah dalam proses pembangunan
pondok pesantren Hidayatullah. Diakui Nanang, pihaknya tidak
mengetahui bahwa pasir poundry termasuk limbah B3 yang berbahaya bagi manusia
dan lingkungan.
“Saya menerima saja sumbangan dari pak Nanang selaku pemilik CV Tsanidya Rizki Illahi. Dan karena kami
sangat membutuhkan pasir tersebut sebagai pengurug tanah pesantren kemudian kami
terima. Sebelumnya memang pak Nanang memang memberitahukan jika pasir tersebut adalah limbah perusahaan dan
menurutnya pasir itu aman untuk dijadikan
urug tanah,” ujarnya. (yfs)
Dikutip dari : Koran Kabar Gapura Karawang
0 komentar:
Posting Komentar