Limbah B3 dari PT. Tochu Silika Indonesia dan CV. Tsanidya Rizky Illahi untuk urug tanah ponpes Hidayatullah di desa benggol. |
Kabupaten
Karawang dikenal memiliki Kawasan Industri terbesar di Asia Tenggara. Namun
demikian, tidak hanya menimbulkan dampak positif bagi pendapatan daerah,
melainkan bisa menjadi permasalahan baru khususnya tentang lingkungan hidup di
Karawang. Salah satu yang menjadi perhatian adalah Pengelolaan Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) dan limbah B3.
Ditemui
saat memberikan pemahaman mengenai limbah B3 di Gedung Singaperbangsa
lantai 3 Karawang, Kepala Bidang Pengawasan Pencemaran Lingkungan Hidup, Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLHD) Provinsi Jawa Barat, Suharsono memaparkan, pengelolaan B3 dan Limbah
B3 memiliki keunikan dan kekhasan dalam pengelolaannya. Hal tersebut disebabkan
B3 dan limbah B3 memiliki resiko yang
sangat tinggi apabila tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, prinsip
kehati- hatian sangat diperlukan, sehingga pengelolaan limbah B3 tidak
seluruhnya diserahkan proses perizinannya ke pemerintah daerah.
“Dalam undang- undang nomor 32 tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup telas dijelaskan bagaimana cara
dan proses pengelolaan B3 dan limbah B3 yang baik dan benar, didalamnya juga
dijelaskan secara rinci tempat penyimpanan, insenerator, bioremediasi,
pemanfaatan limbah selanjutnya perijinan kemudian ada yang dinamakan dengan
pengawasan agar system berjalan dengan baik, sesuai dengan hasil yang
diinginkan. Dalam pengawasan akan ada temuan- temuan yang dapat dijadikan
patokan atau referensi oleh pihak perusahaan yang mendapat ijin, sehingga hasil
yang didapat kembali pada keadaan semula, yaitu keadaan dimana persyaratan teknis dalam perijinan dipenuhi,” paparnya panjang lebar kepada
Kabar Gapura.
Dijelaskannya,
adapun mekanisme pengelolaan limbah B3 ada beberapa
cara dengan kimia, fisik, dan biologi. Proses
pengolahan limbah B3 secara kimia atau fisik yang umum adalah stabilisasi atau solidifikasi. Dijelaskan Suharsono, stabilisasi atau solidifikasi adalah proses
pengubahan bentuk fisik dan atau sifat kimia dengan menambahkan bahan pengikat
atau senyawa pereaksi tertentu untuk memperkecil atau membatasi kelarutan, pergerakan, atau penyebaran
daya racun limbah sebelum dibuang.
Teknologi
solidification atau stabilization, kata dia, dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan
sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan
menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi
toksisitas limbah tersebut. Sedangkan
solidifikasi, lanjut Suharsono, didefinisikan
sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua
proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang
sama.
“Rendahnya tingkat ketaatan industri dalam melakukan pelaporan kurang dari 100 industri se-Jawa Barat mengirimkan laporannya,
sehingga berdampak rawan tindak pencemaran, bisa terlihat dari banyaknya
laporan dari masyarakat tentang pencemaran lingkungan hidup di Jawa Barat,” ujarnya.
Dikatakanya,
dari hal diatas yang menjadi berbahaya ketika terjadi pencemaran semisal ke
tanah. Tanah yang terkena limbah zat kimia dalam konsentrasi diatas ambang
batas, mungkin tidak sakit meskipun mengandung unsur atau senyawa kimia atau
logam berat yang berbahaya. Namun
bila tanah tersebut ditanami, maka tanaman tersebut akan mengakumulasi unsur
atau senyawa yang berbahaya, sehingga dapat menimbulkan dampak negatif bagi
kesehatan manusia dan hewan yang mengkonsumsi produk tersebut.“Pembuangan limbah industri ke badan air sungai dapat menurunkan
produktivitas lahan sawah dan kualitas hasil tanaman karena air sungai yang
tercemar tersebut digunakan sebagai sumber air pengairan, dari hal tersebut
sudah pasti menurunnya hasil gabah,” pungkasnya. (yfs)
Dikutip dari : Koran Kabar Gapura Karawang
0 komentar:
Posting Komentar