pengurugan tanah memakai limbah B3 di Yayasan Ummul Quro Pesantren Hidayatullah di desa Tegalsawah kampung Benggol RT 04 RW 01 Kecamatan Karawang Timur |
Terduga Pencemaran Lingkungan Mangkir Panggilan BPLHD
Kasus dugaan pencemaran lingkungan menggunakan limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) di Kampung Benggol, RT 04/01, Desa Tegal Sawah Kecamatan Karawang
Timur, terus ditindaklanjuti Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD)
Karawang.
Diketahui, limbah B3 itu berjenis pasir poundry, sisa olahan peleburan biji
besi baja, dan zat itu mengandung logam berat
yang dapat mencemari air tanah. Limbah berjenis pasir itu digunakan
sebagai pengurugan tanah untuk pembangunan Pondok Pesantren Hidayatullah, yang
dibangun oleh Yayasan Ummul Quro.
Ditemui Kabar Gapura, Kepala Bidang Pengawasan Dampak Lingkungan BPLHD Karawang, Neneng mengungkapkan, sesuai dengan aturan Limbah B3 jenis pasir poundry itu
tidak dapat digunakan pengurugan tanah. Diperlukan penanganan atau pengolahan
khusus agar tidak berdampak pada lingkungan hidup. Hal itu sesuai dengan amanat
Undang-Undang tentang lingkungan hidup.
Diungkap lebih lanjut, pihaknya telah melayangkan surat panggilan untuk
kepentingan pemeriksanaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di BPLHD
Karawang.
“Tiga pihak yang diundang untuk menjalani p emeriksanaan, diantaranya PT
Tochu, Yayasan Ummul Quro dan Pemilik Pondok Pesantren Hidayatullah. Akan tetapi ketiganya tidak memenuhi undangan tersebut. Sehingga kami
berikan undangan yang kedua kalinya,” tutur Neneng, Senin (27/01).
Surat tersebut, lanjut Neneng, berdasarkan hasil analisa dampak lingkungan
BPLHD Karawang, dan terungkap aktifitas pengurugan tanah menggunakan limbah B3
jenis pasir poundry di Kampung Benggol, Desa Tegalsawah RT 04/01
Kecamatan Karawang Timur,
terbukti menyalahi Amdal.
Berdasarkan penuturan Neneng, diduga kuat, limbah B3 jenis pasir poundry
itu dibawa oleh PT Tochu, yang belakangan diketahui milik investor Jepang, berlokasi di Kawasan Industri Mitra
Karawang. Perusahaan
tersebut bergerak dibidang pembuatan dan pengembangan pasir resin dan pasir poundry.
“Aktifitas pengurugan tanah menggunakan limbah B3 jenis pasir poundry itu telah
menyalahi aturan yang tertuang
dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 1999 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan limbah beracun. Sangsi yang
dikenakan cukup berat berupa denda dan bahkan mencabut izin usaha perusahaan
tersebut,” ungkapnya.
Sebelumnya, temuan tersebut didapatkan forkadasC+ (Forum
Komunikasi Daerah Aliran Sungai Citarum), yang berbasis di Karawang. “Setelah kita coba cek ternyata memang
pengurugan tersebut sudah menyalahi aturan karena memakai limbah B3. Limbah beracun yang digunakan untuk pengurugan itu jenis pasir
poundry,
adalah
pasir bekas digunakan olahan peleburan atau
pengolahan besi baja, dan limbah
itu mengandung
logam berat. Perusahaan pemanfaat limbah itu harus memiliki ijin
dari Kementrian Lingkungan Hidup.
Ditambahkan Neneng, tempat lokasi pengurugan berada di sebuah area pasawahan golongan tekhnis, untuk pembangunan sebuah pesantren. “Kami menemukan banyak warga yang mengeluh. Pasalnya, lokasi tersebut
berada di dekat area persawahan
yang dikhawatirkan dampaknya akan
mempengaruhi lahan pertanian disekitarnya.
“Setelah
kami coba mencari kepala proyek tersebut tak ada pihak pesantren yang ingin
berbicara adapun pekerja di proyek tersebut merasa tidak tahu dengan
pengurugannya. Oleh karenanya tim segera mengambil tindakan untuk memanggil
semua pihak yang harus bertanggung jawab atas semuanya itu yakni PT. Tochu,
yayasan ummul quro dan ponpes hidayatullah tetapi pemanggilan pertama gagal
dikarenakan pihak dari PT. Tochu berhalangan karena sakit,” ungkapnya.
Selanjutnya, pihaknya memanggil PT Tochu untuk kedua kalinya. “Semoga pihak dari perusahaan Tochu
memiliki niatan baik untuk bisa hadir untuk menyelesaikan permasalahan ini
dengan cepat, dan limbah B3 tersebut bisa diangkut kembali,” ujar Neneng. (yfs)
Dikutip dari : Koran Kabar Gapura Karawang